***OPINI OLEH**
Bayu Lexa.
Fotoh istimewa,Bayu Kornelis (ist) Masiswa Bahasa dan sastra Universitas Undana-Kupang NTT. |
Penetrasi Kecemburuan Elektoral.
Mengungkit sejarah dari Negara Asia(Filipina dan Indonesia), People Power merupakan gerakan masa (Movement People) yang didorong oleh segumpal masalah kemiskinan rakyat dan kekrisisan ekonomi dan juga moralitas yang ditimbulkan oleh kaum despotik pada zaman itu. Filipina juga pernah mengalami bencana tersebut dibawah kepemimpinan Ferdinand Marcos dengan otoritariannya yang masif dan berhasil tumbang dengan sendirinya hampir menyerupai sejarah tumbangnya rezim Suharto pada tahun 1998.
Nah, wacana ini kembali terangkat oleh hasrat yang dibangun dari sekelompok elit-elit kalangan atas di Nusantara tetapi, anehnya, gerakan ini seperti bertolakbelakang dengan nilai kebangsaan dan dapat menggeser kultur rasionalisme bahkan memporak-porandakan kekulturan bangsa, mengapa? Karena argumen ini dibangun hanya adanya sentimen yang tidak mampu menerima kekalahan dalam perhelatan perpolitikan tingkat atas.
Wacana besar ini seperti terlihat nihil dimata kritikus, tokoh-tokoh agama, politik bahkan sampai pelosok-pelosok negeri mengecam hal ini yang dapat merusak kebinekaan yang tunggal ika. Bagitu banyak sorotan pedas yang menyelimuti pratindakan seperti yang digagas kubu 02 terkait wacana yang tidak mencerminkan jiwa nasionalis dan indonesialis.
Amin Rais seperti memberikan kesan negatif terhadap wacana nihil ini. Gerakan masa yang nantinya mereka lakukan bisa saja menjadi tontonan bahkan melahirkan sejarah konyol bagi negara asia pada kususnya, dan dunia pada umumnya.
Jika 22 Mei mendatang aksi ini dilakukan, Indonesia telah melahirkan sejarah kedua yaitu gerakan masa yang dilakukan pada penumbangan dan pergulingan rezim keotoritarian Suharto yang mendasari banyak hal dari segi kemiskinan yang dirasakan oleh rakyat sampai melonjaknya ekonomi dan disambut oleh rupiah yang jatuh dan dolar AS yang ikutan melangit.
People power 22 Mei tidak sejalan dan sebanding dengan gerakan aksi masa 1998, mengapa? Karena kekeliruan dan penyesatan sangat terlihat hari ini. Paham yang mereka gunakan juga tidak sama sekali memantik hasrat untuk membelah kekeliruan ini. Tidak ada yang dirugikan dan merugikan antara satu dengan yang lain, hanya saja ketidakpuasan dalam menerima kenyataan dalam bentuk kekalahan yang belum bisa mereka terima secara lapang dada.
Berkompetensi dalam konteks demokrasi adalah langkah yang berat dan juga sengit. Tetapi apakah kekalahan berpolitik dapat menjadi salah satu alasan mendasar agar kita dapat menciptakan suatu sejarah baru yang kita disebut sebagai gerakan masa (People Power)?
Terlalu berlebihan berpikir dangkal juga dapat menimbulkan keonaran dalam bertindak tanduk. Maka, berpikirlah sebaik dan sejernih mungkin di ruang abstrak agar kita semua dapat bertuturtindak sebagaimana mestinya tanpa melanggar moralisme yang nantinya merobohkan Jiwa Pancasiala dan Pilar-pilar Bangsa Indonesia.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan pesan jika Anda punya saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan.
Catatan :
Komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan diperiksa terlebih dahulu sebelum ditampilkan. Hanya komentar yang berkualitas dan relevan dengan topik di atas yang akan ditampilkan. Harap gunakan sebaik-baiknya dan sebijak mungkin form ini. Terima kasih untuk kerja samanya. (jangan lupa centang notifme)